Universitas Alma Ata – Tulang berperan sebagai fondasi tubuh, memungkinkan tubuh untuk berdiri tegak dan kokoh. Bayangkan fondasi ini menjadi rapuh; seperti batang pohon yang dimakan rayap hingga roboh, tulang yang rapuh akan lebih mudah patah. Ini tidak hanya menyebabkan rasa sakit tetapi juga mengurangi kualitas hidup, bahkan membuat seseorang bergantung pada bantuan orang lain. Lebih parah lagi, osteoporosis bisa menyebabkan kematian dan biaya pengobatan yang tinggi. Oleh karena itu, penting untuk memahami risiko osteoporosis sejak dini dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.
Faktor Risiko Osteoporosis
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), osteoporosis, atau tulang keropos, adalah kondisi penurunan kepadatan tulang, kerusakan struktur tulang, dan peningkatan kerapuhan tulang. Hal ini mengakibatkan penurunan kekuatan tulang dan peningkatan risiko patah tulang. Osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan dan penyerapan tulang, di mana resorpsi tulang lebih besar daripada pembentukannya. Dalam kondisi ini, tulang mengalami degradasi berlebihan, menyebabkan perubahan massa, struktur, dan kekuatan tulang sehingga menjadi rapuh dan mudah patah.
Beberapa individu dengan risiko tinggi osteoporosis meliputi:
- Wanita pascamenopause: Perubahan hormonal setelah menopause dapat mengakibatkan penurunan kepadatan tulang.
- Orang berusia 65 tahun atau lebih: Penuaan adalah faktor risiko utama osteoporosis.
- Riwayat keluarga: Risiko meningkat jika ada anggota keluarga yang pernah mengalami patah tulang atau osteoporosis.
- Patah tulang sebelumnya: Risiko meningkat jika pernah mengalami patah tulang atau cedera berat setelah usia 40 tahun.
- Penggunaan obat kortikosteroid: Penggunaan obat ini dalam jangka panjang (lebih dari 3 bulan berturut-turut) dapat meningkatkan risiko.
- Berat badan rendah: Orang dengan berat badan rendah atau terlalu kurus memiliki risiko lebih tinggi.
- Kekurangan kalsium dan vitamin D: Nutrisi ini penting untuk kesehatan tulang.
- Aktivitas fisik yang kurang atau berlebihan: Kedua kondisi ini dapat memengaruhi kepadatan tulang.
- Menopause dini: Wanita yang mengalami menopause lebih awal berisiko lebih tinggi.
- Penyakit atau kondisi lain: Kondisi seperti gagal ginjal, dialisis, hipotiroidisme, atau masalah malabsorpsi juga dapat meningkatkan risiko.
Dengan memahami faktor-faktor risiko ini, Anda dapat mengambil langkah pencegahan yang sesuai untuk menjaga kesehatan tulang.
Gejala Osteoporosis
Osteoporosis sering disebut sebagai “silent disease” karena penurunan massa tulang terjadi secara bertahap selama bertahun-tahun tanpa gejala. Gejala seperti patah tulang, punggung yang semakin membungkuk, berkurangnya tinggi badan, dan nyeri punggung umumnya muncul pada tahap lanjut osteoporosis. Sayangnya, kondisi ini sering diabaikan karena dianggap bagian dari proses alami penuaan. Namun, jika dibiarkan, osteoporosis dapat menyebabkan penderitaan seumur hidup yang tentu tidak diinginkan oleh siapa pun.
Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang osteoporosis sejak dini, terutama jika Anda memiliki faktor risiko. Anda dapat memulai dengan menjalani pemeriksaan kesehatan untuk menilai kondisi tulang Anda. Dengan langkah pencegahan yang tepat, Anda dapat menghindari komplikasi serius akibat osteoporosis di masa mendatang.
Pemeriksaan Kesehatan Tulang
Saat ini, ada dua metode untuk menilai kondisi tulang, yaitu Bone Mineral Density (BMD) dan pemeriksaan penanda biokimiawi tulang. Meskipun memiliki prinsip berbeda, keduanya saling melengkapi dan diperlukan untuk mendapatkan informasi komprehensif mengenai status tulang.
- Bone Mineral Density (BMD): Metode ini mengukur kepadatan mineral (seperti kalsium) dalam tulang menggunakan sinar X khusus, CT-Scan, atau ultrasonografi. Hasil pemeriksaan ini memberikan informasi tentang kepadatan tulang saat pemeriksaan dilakukan. Namun, BMD tidak dapat memprediksi kepadatan tulang di masa depan.
- Penanda Biokimiawi Tulang: Metode ini menggunakan sampel darah untuk mengukur aktivitas pembentukan dan resorpsi tulang serta keseimbangan antara keduanya. Jika resorpsi tulang lebih besar daripada pembentukannya, kepadatan tulang dapat berkurang dengan cepat, meningkatkan risiko osteoporosis.
Penanda biokimiawi tulang mencakup N-MID Osteocalcin dan C-Tx (C-Telopeptide). N-MID Osteocalcin adalah bagian dari osteocalcin, protein yang dihasilkan oleh osteoblast yang berperan dalam pembentukan tulang. Kadar N-MID Osteocalcin dapat mengevaluasi aktivitas osteoblast dalam pembentukan tulang. Sedangkan pemeriksaan C-Tx mengukur resorpsi atau pembongkaran tulang.
Jika hasil pemeriksaan penanda biokimiawi tulang menunjukkan risiko osteoporosis yang tinggi, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter. Dokter mungkin akan merekomendasikan pemeriksaan lanjutan seperti BMD untuk menentukan tingkat kepadatan tulang dan kondisi tulang serta memastikan ada tidaknya osteoporosis.
Perlu diingat, risiko patah tulang akibat osteoporosis tidak selalu berkaitan langsung dengan penurunan nilai BMD. Oleh karena itu, kombinasi pemeriksaan BMD dan penanda biokimiawi tulang diperlukan untuk diagnosis yang lebih akurat.
Mari cegah osteoporosis dengan mengenali faktor risiko sejak dini, memulai gaya hidup sehat (termasuk olahraga teratur dan pola makan seimbang), serta melakukan pemeriksaan kesehatan tulang secara berkala. Dengan langkah yang tepat, kita bisa memastikan fondasi tubuh tetap kokoh dan kuat sepanjang hidup.
Sumber:
- https://prodia.co.id/id/artikel-detail/pencegahan-osteoporosis-jaga-kesehatan-tulang
- https://www.freepik.com/free-photo/elderly-women-with-pain_4835333.htm#fromView=search&page=1&position=6&uuid=f3097c79-76f1-41bc-bc4b-795edcc569bf