Universitas Alma Ata – Dalam rangka Hari Gizi Nasional ke-60, penting untuk menyebarkan informasi dan mempromosikan gizi optimal, terutama kepada generasi milenial. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat terhadap pentingnya kesehatan dan gizi.
Dirjen Gizi Masyarakat, Dhian Probhoyekti, menyatakan bahwa gizi yang baik selama kehamilan sangat mempengaruhi perkembangan otak anak, produktivitas, dan kinerja di sekolah. Hal ini akhirnya mempengaruhi kemampuan mereka untuk mendapatkan kehidupan yang layak di masa depan. “Gizi yang baik adalah dasar bagi setiap individu untuk mencapai potensi maksimal mereka,” ujarnya pada Jumat (24/1).
Tema Hari Gizi Nasional tahun ini adalah “Gizi Optimal untuk Generasi Milenial”. Upaya perbaikan gizi pada remaja yang dilakukan oleh sektor kesehatan tidak akan maksimal tanpa intervensi dari sektor lain.
Indonesia membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, dan kritis untuk kemajuan bangsa. Hal ini hanya bisa dicapai jika remaja sehat dan memiliki status gizi yang baik. Kesehatan remaja tidak hanya dilihat dari fisik tetapi juga dari aspek kognitif, psikologis, dan sosial. Masa remaja adalah periode penting yang menentukan kualitas hidup dewasa dan generasi berikutnya.
Sebagian besar remaja menghabiskan waktu luang mereka dengan aktivitas yang kurang aktif. Sepertiga remaja sering mengonsumsi makanan olahan atau cemilan pabrik, sementara sepertiga lainnya rutin makan kue basah, roti basah, gorengan, dan kerupuk.
Perubahan gaya hidup juga terlihat dari semakin terhubungnya remaja dengan internet, sehingga mereka lebih sering membuat pilihan mandiri yang seringkali kurang tepat dan berdampak pada masalah gizi. Saat ini, Indonesia menghadapi tiga masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting, dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun mengalami stunting. Selain itu, 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun mengalami wasting. Prevalensi berat badan lebih dan obesitas mencapai 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun.
Masalah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan, meningkatkan risiko penyakit, terutama penyakit tidak menular. Jika masalah ini berlanjut hingga dewasa dan menikah, risiko kesehatan janin yang dikandung juga meningkat.
Sebagai contoh, ibu yang mengalami anemia atau kekurangan energi kronis berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), stunting, komplikasi saat melahirkan, dan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari.
Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik seperti pendidikan gizi, fortifikasi, dan suplementasi serta penanganan penyakit penyerta perlu dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan status gizi remaja, memutus rantai antar generasi masalah gizi, penyakit tidak menular, dan kemiskinan. Salah satu upaya yang telah dilakukan di Kabupaten Ogan Komering Ulu adalah menggalakkan kegiatan posyandu remaja.
Sumber:
- https://dinkes.okukab.go.id/2020/01/27/gizi-optimak-untuk-generasi-milenial/
- https://www.freepik.com/free-photo/top-view-foodstuff-arrangement_21528909.htm#fromView=search&page=1&position=2&uuid=09cf527f-a772-4500-875e-eb2c6dea8731