Universitas Alma Ata – Membahas tema agama memang sering kali menimbulkan sensitivitas. Namun, kita sudah tak asing lagi dengan berita tentang konflik antar umat beragama di seluruh dunia. Perang di Timur Tengah yang berlandaskan agama terus menelan korban jiwa yang tidak berdosa. Sikap intoleran dalam beragama seakan semakin merajalela.
Politisi yang ingin mendapatkan suara dari rakyat sering memanfaatkan agama untuk kepentingan politik mereka. Pemuka agama yang kurang berpendidikan pun tak jarang menggunakan agama untuk menutupi keburukan mereka. Orang miskin yang malas juga sering kali menggunakan dipertimbangkan agama sebagai pembenaran atas kemalasannya. Orang kaya yang sombong juga tak ketinggalan, menggunakan agama untuk melegitimasi kesombongan mereka. Jadi, apakah agama hanya alat untuk membenarkan kesalahan kita? Bukankah agama seharusnya menjadi pedoman moral dalam kehidupan kita yang sementara ini?
Sikap beragama yang salah bisa terjadi jika kita hanya mengikuti agama karena warisan keluarga, tanpa dasar pemikiran yang matang. Banyak orang yang beragama hanya karena itu adalah agama keluarga mereka. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan dalam sikap dan sifat beragama, mirip dengan orang yang mendapat warisan tanpa pemikiran matang yang akhirnya saling berselisih demi harta tersebut.
Menurut saya, agama seharusnya bukan hasil dari warisan leluhur atau orang tua kita, tetapi pilihan yang kita pikirkan secara mendalam. Kodrat tertinggi manusia adalah berpikir, bukan sekadar meniru keyakinan orang lain yang belum tentu benar. Banyak kasus orang yang pindah agama karena merasa terpaksa mengikuti warisan keluarga, bahkan ada yang menjadi ateis.
Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa apapun itu, termasuk agama, haruslah menjadi pilihan yang dipikirkan secara matang. Beragama seperti memilih pasangan hidup. Jika kita memilih pasangan yang tepat, maka kita akan bahagia. Sebaliknya, jika salah memilih, kita akan menderita.
“Agama yang menjadi pilihan yang dipertimbangkan secara matang akan memberikan ketenangan bagi diri kita, sedangkan agama yang hanya hasil ikut-ikutan (warisan) akan menjadi penderitaan yang tiada akhir.” – Risal
Sumber:
- https://www.kompasiana.com/rizalpolewal075748/669fa5e534777c391b429f52/agama-seharusnya-menjadi-pilihan-yang-dipikirkan-bukan-hasil-dari-warisan
- https://www.freepik.com/free-vector/hand-drawn-tasbih-illustration_23615521.htm#fromView=search&page=1&position=0&uuid=0be1c1a6-1857-4be7-a0ae-d7be61153466