Universitas Alma Ata – Limbah elektronik atau e-waste semakin menjadi ancaman serius bagi lingkungan. Perangkat seperti ponsel, televisi, dan peralatan rumah tangga mengandung logam beracun yang berpotensi mencemari tanah dan air. Selain itu, jumlah limbah ini terus meningkat setiap tahun. Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa limbah elektronik bertambah 2,6 juta metrik ton per tahun. Bahkan, pada 2030 jumlahnya diperkirakan mencapai 82 juta ton. Di Indonesia sendiri, limbah elektronik sudah mencapai dua juta ton pada 2021, dengan Pulau Jawa sebagai penyumbang terbesar.
Namun, pengelolaan limbah elektronik masih menghadapi banyak tantangan. Biaya daur ulang yang tinggi dan kurangnya fasilitas pengolahan menyebabkan banyak limbah berakhir di pengepul sebelum akhirnya diekspor ke luar negeri. Menurut Greenpeace Indonesia, limbah elektronik termasuk kategori limbah B3, sehingga membutuhkan penanganan khusus. Sayangnya, tidak semua daerah memiliki fasilitas yang memadai untuk mengelolanya. Oleh karena itu, pemerintah harus memperketat regulasi serta mendorong produsen agar menyediakan skema daur ulang bagi produk mereka.
Sebagai langkah solusi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengembangkan teknologi pirometalurgi dan hidrometalurgi. Teknologi ini memungkinkan ekstraksi logam berharga dari limbah elektronik secara lebih efisien dan ramah lingkungan. Selain itu, model urban mining berbasis komunitas mulai diterapkan. Dengan pendekatan ini, masyarakat dapat berkontribusi dalam pengelolaan sampah elektronik secara langsung. Jika strategi ini dioptimalkan, dampak pencemaran lingkungan dapat berkurang, sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
Oleh sebab itu, kerja sama antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mengatasi masalah ini. Infrastruktur pengumpulan limbah harus diperkuat, sementara tempat pembuangan yang mudah diakses juga perlu disediakan. Lebih dari itu, masyarakat harus mendapatkan edukasi tentang pentingnya daur ulang limbah elektronik. Dengan kolaborasi yang erat, Indonesia bisa mengelola limbah elektronik dengan lebih baik serta menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.