Universitas Alma Ata – Memasuki musim penghujan, masyarakat Indonesia diharapkan dapat bisa mulai waspada dengan datangnya bencana banjir serta penyakit leptopirosis, khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat siap dan terhindar dari berbagai kemungkinan terburuk dari datangnya banjir, salah satunya kehilangan barang berharga hingga terserang penyakit penyerta banjir.
Salah satu penyakit penyerta banjir yang jarang diketahui oleh masyarakat adalah penyakit Leptospirosis. Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Bakteri ini dapat menyebar melalui urine atau darah hewan yang terinfeksi. Beberapa hewan yang tergolong sebagai perantara penyebaran penyakit ini adalah tikus, sapi, anjing, dan babi.
Penyakit leptospirosis terbagi menjadi 2 fase yaitu: 1) Fase leptospiremia (septisemik): fase leptospiremia adalah fase pertama dari leptospirosis yang terjadi dalam jangka waktu 2–14 hari setelah tubuh terinfeksi. Pada fase ini, bakteri Leptospira dapat ditemukan pada darah sehingga dapat dideteksi melalui tes darah. 2) Fase imun: dalam fase imun, bakteri Leptospira telah masuk ke dalam organ tubuh tertentu, terutama ginjal yang memproduksi urine. Karena itu, pada fase ini, diagnosis penyakit ini dilakukan melalui tes urine.
Penyebab utama leptospirosis adalah infeksi bakteri Leptospira interrogans. Umumnya, penyebaran leptospirosis terjadi dari hewan ke manusia karena bakteri Leptospira hidup dan berkembang di dalam ginjal hewan. Penyakit penyakit ini dapat dicegah dengan tindakan sederhana seperti menggunakan sarung tangan dan sepatu boots saat membersihkan rumah/selokan, mencuci tangan dengan sabun setelah selesai beraktivitas.
Apabila ditemui beberapa gejala berikut, perlu diwaspadai adanya penyakit ini yaitu Demam Mendadak, Lemah, Mata merah, Kekuningan pada kulit, Sakit kepala, Nyeri otot betis.
Penyakit leptospirosis perlu untuk didiagnosa agar mendapat penanganan segera. Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan menanyakan gejala dan riwayat penyakit pasien. Dokter juga akan bertanya mengenai riwayat perjalanan, kondisi tempat tinggal, dan aktivitas yang dilakukan pasien selama 14 hari ke belakang. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan beberapa tes penunjang, untuk memastikan diagnosis dan mengetahui tingkat keparahan leptospirosis.
Gejala yang muncul cenderung ringan, penyakit ini tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam kurun waktu 7 hari. Namun, penyakit ini dengan gejala berat perlu mendapatkan penanganan tepat guna mencegah risiko komplikasi. Penanganan yang dilakukan dapat berupa pemberian obat-obatan dan rawat inap di rumah sakit. Pemberian obat antibiotik merupakan langkah utama yang dilakukan dokter untuk menangani infeksi penyakit ini. Selain itu, dokter juga akan meredakan gejala leptospirosis dengan memberikan obat anti-nyeri dan penurun demam, seperti ibuprofen atau paracetamol.
Referensi:
- https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-penyakit-leptospirosis
- https://www.alodokter.com/leptospirosis
- https://upk.kemkes.go.id/new/mengenal-gejala-dan-pencegahan-leptospirosis
- https://kesehatan.jogjakota.go.id/berita/id/534/waspada-penyakit-leptospirosis-pada-musim-hujan/